BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 21 Desember 2010

renunganku

D.I.L.A.R.A.N.G P.R.O.T.E.S

Entahlah,

Apa dari maksud semua ini

Mengapa aku memiliki indera ini

Indera pembaca hati, paradigma tersembunyi

* * *

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa sediaan Suppositoria menggunakan basis PEG memiliki kemampuan disolusi/ pelepasan obat lebih baik dibandingkan dengan basis Oleum cacao. Hal ini karena kelarutan PEG dalam media disolusi …

* * *

(a) (b)

Gambar 1: Struktur epinefrin (a); Struktur norepinefrin (b)

Epinefrin dan norepinefrin adalah hormon yang disekresikan oleh glandula adrenal dan disintesis dari prekursornya tyrosin dengan bantuan beberapa enzim yaitu tirosin hidroksilase, dopadekarboksilase dan dopamine b hidroksilase. …

* * *

If we talk about the election of governor Yogyakarta, we could said that the speciality of Yogyakarta must be eternal which is see outomatis the governor of Yogyakarta must be from the kindship of Kraton Yogyakarta, that is our king, Sultan Hamengku Bowono X.

* * *

Masih belum jelas apakah pemerintah Indonesia mencanangkan compulsory education (wajib belajar) atau universal education (pendidikan dinikmati semua anak di semua tempat). Kedua hal ini jelas sangat berbeda, seperti yang telah dijelaskan pada keputusan internasional, Declaration on Education for All di Jomtien, Thailand, tahun 1990, menegaskan bahwa …

* * *

Pada bulan Maret dan April 2009, salah satu dari wabah influenza H1N1 di Meksiko menyebabkan ratusan kasus dan jumlah kematian. Virus influenza A subtype H1 merupakan subtype dari influenza virus J dan yang paling umum yang menyebabkan influenza pada manusia. …

* * *

Aku biarkan kau sendirian, supaya kau tahu bagaimana rasanya sendirian tanpa aku. Seperti aku yang sendirian tanpa kau. Aku senang mendengarmu memanggil orang lain dengan namaku. Supaya kau juga merasakan betapa malunya aku saat memanggil orang lain dengan namamu. …

* * *

Kalian tahu, aku sama sekali tak berniat menuliskan hal ini, karena selain terkesan melebih-lebihkan diriku sendiri, tulisan seperti ini juga biasanya tidak memiliki akhir yang diputuskan dengan jelas. Tentu saja itu bukan salah kalian. Kesalahan 100% muncul dari dalam diriku sendiri.

Suatu hari, saat aku mengayuh sepedaku dalam senja sepulang kuliah. Aku memikirkan sesuatu yang jujur saja cukup mengganjal di pikiranku. Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu, seorang temanku memberi sebuah instruksi bahwa aku harus menulis tentang cita-citaku atau kurang lebih tentang mimpi yang aku miliki. Dan mulai saat itu, aku merasa hidupku kurang nyaman. Karena mulai saat itu, aku berpikir, untuk apa aku kuliah? Untuk apa aku mendalami dunia tulis menulis? sebenarnya apa cita-citaku? Apa yang aku impikan?

Menurutku kata “cita- cita” atau kata “impian” bukanlah sesuatu yang main-main. Aku bertekad untuk menuliskan itu dengan benar. Dengan akhir yang bisa aku putuskan. Umumnya, aku tidak terlalu memiliki ambisi berlebihan seperti ingin menduduki jabatan tertentu, memiliki gaji dengan jumlah tertentu. Huh, rasanya tidak ada ambisi yang besar untuk itu, rasanya hanya ingin menjadi seseorang yang sederhana, bahagia di dunia dan akhirat dengan terus berguna bagi orang lain. Sayangnya, impian yang seperti itu terlalu klise, terlalu biasa, dimiliki semua orang, dan aku tak bisa menuliskan impian yang seperti itu lagi. Harus yang lebih spesifik!

Setelah aku pikirkan, aku bisa jadi apapun yang aku mau. Kuliah di Jurusan Farmasi Industri sebuah Universitas terkemuka di negeri ini membuka peluang yang cukup besar untuk bekerja di perusahaan asing atau pun lokal, tentunya dengan gaji di atas lima juta per bulan. Aku bisa membayangkan tipe pekerjaanku di perusahaan nantinya. Bekerja dengan shift pagi, sore atau malam, menjadi kepala bagian produksi atau Quality Control. Bisa juga bekerja selama 24 jam sebagai kepala bagian marketing yang memiliki jadwal sesuai klien dan kebutuhan, berdandan rapi dan membawa mobil mewah kemana-mana. Atau jika ingin mengabdi pada negeri ini, aku bisa menjadi pegawai negeri sipil di BPOM dan rumah sakit dengan gaji yang cukup besar dan terjamin.

Aku juga memiliki kemampuan yang cukup hebat di dunia jurnalistik. Redaksi sebuah majalah selama empat tahun menjadikan reportase dan menulis artikel bukan lagi sesuatu yang menakutkan bagiku. Jika dilihat dari kemampuan menulis fiksi, aku memang masih belajar, tapi rasanya kemampuan itu makin hari makin tajam kuasah dalam cerpen-cerpen yang kubuat. Bukankah aku juga bisa menjadi seorang penulis di majalah atau menuliskan sebuah novel? Pekerjaan ini juga cukup menjanjikan jika aku mau fokus terjun ke dunianya. Dalam hal ini bukan lagi masalah uang, tapi tantangan yang sangat menggairahkan menunggu di dalamnya.

Pengusaha. Kata-kata ini cukup menggiurkan. Aku bukanlah orang yang buta tentang dunia usaha dan bisnis. Aku pernah mencoba membuka usaha kreatif yang cukup komersil sewaktu kuliah, awalnya cukup berjalan dengan baik, sebelum akhirnya sempat macet karena dijalankan oleh para mahasiswa yang mau tidak mau terbentur KKN (Kuliah Kerja Nyata) di luar Pulau Jawa. Sebenarnya tidak terlalu sulit, apalagi dengan gelar Apoteker yang akan aku sandang, sangat mungkin utnuk mendirikan sebuah apotek yang memiliki cabang di mana-mana. Usaha itu hanya butuh tekad kuat dan tahan banting. Keuntungan finansial yang diperoleh juga tak kalah banyak, semua diatur sendiri. Tantangannya juga cukup berwarna, walaupun di akhirat kupikir tak terlalu mudah. Aku pasti bisa menjadi seorang pengusaha sukses dengan semangat yang aku miliki, jika aku mau?

Menggiurkan jika membayangkan semua itu, tapi aku bertanya pada aku yang sebenarnya? Maksudku, “Aku yang tanpa hawa nafsu memiliki banyak harta”. Jika bertanya pada “Aku yang tanpa hawa nafsu memiliki banyak harta”, aku berpikir bahwa aku ingin sekali hidup sederhana dan bahagia. Semua orang pasti mau seperti itu, tapi lebih spesifik lagi adalah, aku hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga. Dengan seorang suami dan tiga anak lelaki.

Memiliki sebuah rumah kayu yang indah di daerah pegunungan. Menghirup udara segar setiap hari. Menyapu halaman berumput, mengepel lantai kayu. Menyiapkan sarapan. Melihat senyum semua orang di meja makan, dan menunggu mereka pulang dari tempat mereka beraktifitas. Memiliki kebun yang bisa aku rawat dan aku petik buahnya, memiliki kolam ikan dengan gazebo di depannya, tempat aku dan keluargaku sering makan bersama. Menjadi ibu yang bisa mengamati pertumbuhan anak-anakku, menemani mereka belajar, memberikan contoh sikap yang baik bagi mereka. Memiliki keluarga yang sempurna, berkecukupan dunia dan berlimpah pula di akhirat.

Kalian tahu, membayangkan itu lebih menggiurkan bagiku. Hmmm… tapi sekali lagi aku ingatkan pada kalian. Itu semua hanya impian. Impian yang sebenarnya aku tanam dalam-dalam. Mengapa? Karena aku tahu semua itu hanya memiliki peluang 1% terwujud dalam dunia nyataku. Sedangakan hidup yang aku katakan pada bagian lebih awal tadi, memiliki peluang lebih besar untuk terwujud. Atau mungkin tidak akan terwujud keduanya, jika kau mati. Tapi aku tidak akan membahas kematian dalam tulisan ini.

Aku, terutama oleh mamaku, telah dididik sejak kecil untuk bekerja keras. Apalagi jika teringat dengan nasihat Mama, “Perempuan itu harus punya penghasilan sendiri! Nggak boleh hanya minta suami!”. Aku hanya tidak ingin mengecewakan Mama akan impianku yang terakhir tadi. Untuk itu, aku memendamnya dalam list impian yang paling bawah. Aku harus memiliki penghasilan sendiri yang cukup besar, agar aku bebas memberikan uangku pada orang tua. Membiayai kenaikan haji mereka, membuatkan rumah yang nyaman jauh dari keramain kota untuk masa tua mereka, membelikan kebun yang bisa mereka rawat di waktu pensiun mereka. Apakah semua itu tetap bisa aku lakukan tanpa penghasilan yang aku miliki sendiri?

Inilah aku saat ini, melihat dunia nyata yang tak seindah impianku. Mengejar nilai yang sangat baik di bangku kuliah, mengasah bakat yang aku miliki, memperluas jaringan bisnis. Untuk mewujudkan apa yang aku percaya bisa aku wujudkan. Impianku itu, biarlah tetap ada dalam daftar yang terakhir, tidak boleh protes, kuharap ini yang menjadi keputusanku, jalan hidupku.

Triana Candraningrum

Pusat Kota Yogyakarta, 2010.

2 komentar:

ana mengatakan...

kata-kata "kau matu" seharusnya 'aku matii...
maaf ralat..^^

muhtarom mengatakan...

Bisa aja koq an kalo mau jadi ibu rumah tangga sekaligus punya penghasilan.
Setuju juga kalo perempuan harus punya penghasilan sendiri biar nanti kalo ada apa2 (misal : suami sudah gak bisa bekerja) si Istri bisa gak terkejut lagi untuk bisa mandiri.